Senin, 21 Juli 2014

Sejarah Kristen di Pulau Jawa

Mengenal Sejarah Kristen di pulau jawa. *Kiayi Ibrahim Tunggulwulung dan Gunung Kelud kediri* Ada satu kisah tentang Gunung Kelud yang bertalian erat dengan kepercayaan Jawa sekaligus berkaitan dengan masyarakat Kristen di Jawa. Saya ingin membagikannya kepada Anda. Sekedar berbagi, tidak ada maksud lain, karena saya yakin sangat sedikit dari Anda yang pernah mendengarkan kisah ini. Konon menurut Babad Kediri, dahulu kala Raja Jayabaya memerintah di Kerajaan Kediri dia mempunyai 2 abdi terpercaya. Yang satu bernama Kyai Daha dan yang lainnya bernama Kyai Daka. Kyai Daha dijadikan patih yang setia dengan nama Buta Locaya. Kyai Daka dijadikan senopati perang unggulan dengan nama Tunggul Wulung. Kala Raja Jayabaya muksa, kedua abdi itu pun juga turut muksa dengan tugas yang berbeda. Buta Locaya ditempatkan untuk berjaga-jaga di Selabale (Gua Selomangleng?!) sementara Tunggul Wulung ditugaskan untuk menjaga kawah Gunung Kelud supaya letusannya tidak banyak merusak desa-desa sekitar. Menurut legenda yang berkembang, kelak Raja Jayabaya akan datang kembali, karena itu Tunggul Wulung bertugas untuk mempersiapkan kedatangannya. Sebuah keyakinan mesianik yang berakar kuat di kalangan orang Jawa. Kisah melompat ke tahun 1840an. Tersebutlah sebuah nama bernama Kyai Ngabdullah, berumur sekitar 40 tahun. Dilahirkan dari keluarga priyayi di Juwana, Jepara, dia adalah seorang pamong praja di Jawa Tengah sekaligus seorang murid pesantren. Tampaknya atmosfer penjajahan ditambah dengan suasana keagamaan saat itu menghasilkan pergumulan batin di hati Kyai Ngabdullah. Pada tahun 1847, pergulatan batin ini membawanya kepada “laku ngelmu” ke arah timur dan selanjutnya mendaki Gunung Kelud untuk bertapa. Laku ngelmu ini tentu saja tidak melulu bermakna magis atau mistis, tapi juga bermakna filosofis karena dalam melakukannya Kyai Ngabdullah berusaha menangkap pelajaran hidup dari semua orang, guru dan kyai yang dia jumpai. Dalam perjalanan pendakian, Kyai Ngabdullah bertemu dengan Endang Sampurnawati, seorang puteri bangsawan Kediri yang ternyata juga melakukan ziarah spiritual yang sama. Mereka sempat beradu ilmu filsafat dengan masing-masing menyodorkan sebuah teka-teki. Endang memberikan teka-teki, Ono kemiri tibo saiki keno dijupuk dhek wingi, (ada kemiri jatuh hari ini, bisa diambil kemarin). sedangkan Kyai Ngabdullah memberikan teka-teki, Ratu Adil mertamu, tamu mbagekake kang didayohi, sebiting tanpa sangu. (Raja keadilan bertamu, tamu menyilahkan tuan rumah, Sebiji ijuk tanpa bekal) Teka-teki itu membuka diskusi di antara mereka tentang harapan akan Ratu Adil, sebuah konsep yang berkembang di dalam masyarakat Jawa. Akhir cerita mereka kemudian memutuskan untuk menjadi suami isteri dan bersama-sama bertapa di Gunung Kelud untuk bersama-sama merenungkan filosofi kehidupan. Lalu mereka serempak menjawab teka-teki mereka yaitu : Nabi Isa (Yesus Kristus). Demikianlah, selama 7 tahun akhirnya mereka berdua melakukan perenungan di Gunung Kelud. Karenanya Kyai Ngabdullah sempat dipanggil orang-orang sekitar kaki Gunung Kelud sebagai Ki Ajar Gunung Kelud, seorang guru filsafat kehidupan dari lereng Gunung Kelud. Di gunung inilah Kyai Ngabdullah menghabiskan waktunya untuk bertapa dan juga merenungkan semua filsafat kehidupan, dari filosofi Hindu, Budha, kejawen, Islam maupun filosofi Kristen yang saat itu sudah banyak diterima oleh masyarakat Jawa. Dari renungannya tersebut lahirlah karya Serat Dharmogandul, sebuah karya ilmiah khas Jawa berisi analisis tajam mengenai sejarah jawa dan kepercayaan-kepercayaan yang tumbuh dalam masyarakat Jawa. Konon, pada tahun 1847, Kyai Ngabdullah menerima sebuah wangsit berupa tulisan “sepuluh perintah Allah kepada Musa” yang tanpa disadarinya telah muncul di bawah tikar semedinya. Memparalelkan dirinya sebagai Tunggul Wulung yang diutus untuk mempersiapkan kedatangan Raja Jayabaya, sejak itu Kyai Ngabdullah menemukan keyakinan bahwa dia juga diutus oleh Gusti Allah untuk menyebarkan lelaku hidup baru di kalangan masyarakat Jawa. Sejak itulah Kyai Ngabdullah berganti nama menjadi Kyai Tunggul Wulung. 24 Januari 1851, Gunung Kelud meletus dengan hebatnya, memuntahkan lahar dan lava yang mampu merusak desa-desa di bawahnya. Bagaimana dengan Kyai Tunggul Wulung? Sebelum meletus, dia sudah mendapatkan wangsit baru dari Gusti Allah untuk segera turun gunung supaya bisa menjelaskan iman barunya itu kepada orang-orang Jawa yang dia temui lalu pergi ke Mojowarno ( daerah di jombang jawa timur) sebuah desa dengan penduduk mayoritas Kristen Jawa saat itu. Demikianlah Kyai Tunggul Wulung memulai perjalanan syiarnya di desa-desa sehingga mulai terbentuk kelompok-kelompok kecil Kristen di daerah Kepanjen dan Penanggungan Malang. Kemudian dia menuju Mojowarno untuk bertemu dengan pendeta J.E. Jelesma dan kemudian dibaptiskan dengan nama baptisan Kyai Ibrahim Tunggul Wulung. Dia mendapatkan sebuah kitab suci berbahasa Jawa terjemahan Dr. Bruckner dari Jelesma. Menariknya, Kyai Tunggul Wulung kemudian kembali ke Jawa Tengah untuk menjadi seorang mubalig Kristen Jawa. Dia berhasil mewujudkan rasa nasionalisme dengan membentuk perkumpulan Kristen Jawa yang terpisah dengan Kristen Landa (Kristen Belanda). Dia dengan bangganya menunjukkan bahwa seorang Kristen Jawa itu sama martabatnya dengan seorang Kristen Belanda, karena itu dia selalu berdiri ketika harus berbicara dengan orang-orang Belanda. Dan Ibrahim Tunggul wulung juga mendirikan Desa Kristen, sampai sekarang desa itu mayoritas penduduknya Kristen Fanatik. Semua kisah di atas berawal dari pergumulan batinnya saat dia bertapa di atas Gunung Kelud. Satu lagi contoh kongkret, bahwa gunung berapi memiliki makna khusus di kalangan masyarakat Nusantara, terlebih di hati orang Jawa. Semoga menambah wawasan kita. Sumber kepustakaan: Bambang Noorsena, Buku: Menyongsong Sang Ratu Adil, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2003. CD kotbah: Sejarah pertumbuhan Kristen di jawa. +Syalom Aleykhem+

Sabtu, 19 Juli 2014

Yesus Kristus dalam karya sastra Kahlil Gibran

Artikel Xavier Quentin Pranata, “Pujangga Pengagum Kristus Asal Libanon” (BAHANA, No. 7/ Januari 2003), menarik bagi saya. Mengapa? Karena selama ini kalangan Kristen di Indonesia sangat jarang mengenal penyair Kristen Arab dari Libanon itu. Menariknya, Gibran justru lebih dikenal di kalangan Muslim. Bulan Ramadhan kemarin, syair-syair Gibran juga muncul di layar TV di sela-sela ceramah K.H. Abdullah Gymnastiar. Episode terakhir sinetron Sephia juga ditutup dengan syair- syair cinta pujangga yang lahir dari keluarga abuna (sebutan pendeta di gereja-gereja Arab). Perlu dicatat, Gereja Maronit adalah satu di antara gereja-gereja rumpun Syria ( Syriac Christianity ), yang masih mempertahankan bahasa Aram, bahasa yang juga digunakan Kristus ( al-lughat as-Sayid al- Masih ). “Injil adalah kesusasteraan Syria”, tulis Gibran membanggakan warisan spiritual Gereja Syria itu, “…dan bahasa Syriac/Khaldea adalah bahasa yang paling indah yang dibuat manusia”. Ternyata pula, “bahasa Yesus” ini telah mem­ perdalam ekspresi dalam karya-karya Gibran. Saya memberanikan diri untuk menyebut, Gibran adalah penyair Arab terbesar yang menerima warisan Kristen Syria, setelah Mar Efraim As-Suryani (wafat 373) yang dikenal dengan “Sang Kecapi Roh Kudus”. Yasu’ al-Mashlub : Yesus Yang Disalib Kahlil Gibran bukan hanya pengagum berat Yesus orang Nazareth, tetapi juga pengikut setia-Nya sampai akhir hayatnya. Hal itu harus dikemukakan, meskipun ia sangat muak dengan hierarki gereja, yang dikritiknya habis-habisan sejak karya pertama­ nya dalam bahasa Arab: Ara’is al-Muruj (Bidadari Lembah), sampai karya terakhirnya dalam bahasa Inggris The Wanderer (Sang Musafir). Gibran mengkritik gereja dan negara, karena mereka kerasukan roh pemujaan diri, kekuasaan dan kekayaan yang tamak, segala bentuk ta’ashub (fanatisme sempit), ekstremisme dan ketidakadilan. Negara dalam hal ini, dinasti ‘Ush-maniyyah Turki “mengibarkan bendera Islam” untuk menjajah ne­ gara-negara Arab, termasuk Syria dan Libanon. Hal yang sama ironisnya juga dipraktikkan justru oleh mereka yang mengaku diri sebagai pengikut Yesus. Tetapi yang patut untuk dicatat, bahwa kritiknya yang sangat pedas dan tajam itu, khususnya dalam karyanya al-arwah al-mutamarridah (Semangat Pemberontak), justru semua itu diilhami oleh peng­ hayatannya yang mendalam pada sosok yang paling dipujanya, Yesus Sang Juru selamat. Dalam kritiknya kepada “status quo” lembaga gereja, misalnya, Gibran tidak bisa membayangkan, bagaimana kita bisa membangun gereja dan biara yang megah dengan kebun anggurnya yang luas, sementara rakyat di sekelilingnya mendiami gubuk- gubuk reot dan hidup menderita dalam kemelaratan mereka. Kesalehan ritual diserangnya tak kalah pedasnya. “Mereka mengangkat suaranya dengan himne-himne pujian, tetapi memuliakan dirinya sendiri terhadap tangisan dan rintihan pedih janda- janda dan anak-anak miskin”. Karena itu, tulis Gibran dalam al-Ajnihah al-Mutakassirah (Sayap- sayap Patah): Laa tad’u kahina ila janabi faraasyi, lianna ta’azimahu laa takfaru ‘an dzunubi in kanat khatha wa tasara’ bi ila al-janati in kanat bara. “Kamu tidak perlu mengundang pendeta untuk berdoa di samping tempat tidurmu ini, karena mantera- manteranya tidak akan kuasa menghapuskan dosa dan kesalahanku apabila aku melakukan kesalahan, dan tidak mempercepat jalanku menuju ke surga apabila aku melakukan perbuatan baik”. Kahlil Gibran menemukan kunci kebahagiaan dari ketidakberdayaan dan kemiskinan itu, justru dari Khotbah Yesus di atas Bukit: Thubi lil masakina biruh i, fainna lahum malakut as-samawat. “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena mereka akan memiliki Kerajaan surga” (Mat 5:3). Sebagai seorang pujangga dan penyair, Gibran juga menyerap semangat zaman mo-dern, tak terkecuali ia juga membaca The Life of Jesus- nya Ernest Renan, dan Zarathustra- nya Friedrich Nietzsche. Namun kekagumannya kepada Nietzsche sama sekali tidak meredupkan api cintanya kepada Yesus yang terus menyala. Pandangan “nihilisme metafisik” Nietzsche yang memproklamirkan kematian Allah itu, ternyata pada saatnya sangat mengusik jiwa religius dan rasa ketimurannya. “Hakadza takallama Zaradusyta (Demikianlah sabda sang Zarathustra)”, kata Kahlil Gibran yang toh tetap terobsesi dengan “Manusia Perkasa” ciptaan Nietzsche. Sebab bagi Gibran, “Manusia Perkasa” itu tidak lain adalah Yesus orang Nazareth. Simaklah, argumen Gibran dalam syairnya Yasu’ al-Maslub (Yesus Yang Disalibkan): Maa Aasya Yasu’a miskina kha’ufan, wa lam yamut matuja’an, bal aasya tsa’ara wa shuliba mutamaridan, wa mata jabaran. “Yesus tidak per­ nah hidup dalam kemiskinan dan ketakutan. Ia tidak pernah mati dalam penderitaan, tetapi Yesus kaya raya. Ia disalibkan sebagai seorang pahlawan perang, dan Ia wafat sebagai seorang patriot perkasa”. “Yesus sadar akan kekuatan-Nya”, tegas Gibran dalam karya Inggrisnya Jesus The Son of Man , “dan Ia telah membuktikan-Nya di antara bukit- bukit Galilea, di kota-kota Yudea dan Funisia”. Dikeluhkan pula rasa mual seolah mengocok perutnya, ketika ia mendengar orang menggambar­ kan Yesus sebagai seorang yang lemah dan tidak berdaya. Penekanan Kahlil Gibran bahwa Yesus sadar akan kekuatan-Nya, agaknya memang untuk menjawab bahwa “sosok Manusia perkasa” itu bukan impian Nietzsche belaka. Dia ada dan pernah hidup dalam panggung sejarah nyata. Bagi Gibran, Yesus adalah pribadi paling kuat dalam sejarah. “Hubungan Socrates dan pengikutnya lebih bersifat mental”, katanya, “tetapi para murid Yesus lebih merasakan Ia selalu hadir ketimbang sekadar meresapi ajaran- ajaran-Nya”. Itulah misteri yang terus menerus mempesona Gibran. Sebab sampai ajal menjemputnya, mungkin pujangga Libanon itu tetap tak dapat mengeja tuntas misteri tentang Dia dalam syair-syairnya. Te­ tapi ia menikmati misteri itu, bahkan tenggelam dalam samudera-Nya. “MemanggilNya Tuhan terasa menjadi enteng,” tulis Suheil Bushrui, mengutip pengalaman Gibran. Karena itu berbeda dengan Nietzsche yang di pun­ cak frustrasinya mengusir Tuhan dari hidupnya, karena dianggap menghalangi otonomi diri manusia untuk bebas dan berkuasa, sekalipun Gibran mengkritisi praktek-praktek kemunafikan dan kebejatan birokrasi gereja, dia justru semakin dekat dengan Yesus, dan ia begitu yakin bahwa Pahlawan dari Nazareth itu akan menjawab munajatnya: “Andhur ya Yasu’ an-Nashiri, al-jalisu fii qalbi da’irat al-nur al-‘aliy (“Pandanglah, O Yesus orang Nazareth, yang bersemayam di pusat cahaya tinggi),” serunya kepada Yesus dalam Yuhanna al- Majnun (Yohanes si Gila), “Andhur, ayyuhar ra’iy ash shalih, qad nah syata makhalibu wa hausyan dhulu’ al-hamala adh-dha’ifu al-dzaiy hamalatuhu ‘ala mankabaik” (Pandanglah, O Gembala Yang Baik, betapa hewan-hewan ganas itu telah mencabik-cabik tulang belulang domba-domba kurus dan lemah yang Kau panggul sendiri di kedua pundak-Mu). Pada hemat Gibran, kenikmatan berkuasa telah membuat orang bisu, tuli, dan buta terhadap penderitaan sesama. Dan itu juga berlaku di gereja. Lalu Gibran mengadukannya kepada Yesus, betapa rintihan perih orang-orang yang menderita dari sudut-sudut gelap, tak didengar oleh para mutakalim (teolog) di atas mimbar dan para penguasa yang duduk di atas singgasana mereka. “Ta’ala tsaniyati, ya Yasu’ al-Hayyi (Datanglah kembali, Oh Yesus Yang Mahahidup”, tulis Gibran selanjutnya, “wa idhrad ba’at ad dini min haikalika, faa qad ja’aluha maghlur tatawa fiiha af’aa rawaghuhum wa ih-talahum” (lemparkanlah para penjual agama itu dari Bait Suci-Mu. Sungguh, mereka telah menjadikan Bait Suci-Mu laksana lo­ rong berliku dengan ular besar menghadang, dan ular itu adalah tipuan mereka belaka.” Katakan saja Laailaha ilallah , dan engkau tetap seo­­­ rang Kristen! Ungkapan di atas ditulis Gibran dalam bukunya Iram Dzat al Imad (Iram, Kota dengan Tiang-tiang Besar). Judul ini dipinjam Gibran dari sebuah ayat dalam al-Qur’an yang menggambarkan kaum ‘Ad. Orang Kristen tak perlu takut mengucapkan Laa­ ilaha ilallah (cf. I Kor 8:4, teks Arab). Allah tidak bisa dipenjara oleh tembok-tembok pemisah agama. “Allah yang Mahabaik tidak mengenal perpecahan dalam kata-kata dan nama-nama,” kata Gibran menekankan kesatuan transendental se­ mua agama. Meskipun begitu, jiwa universalitasnya itu ternyata tidak pernah menggeser sedikit pun posisi Yesus da­ lam jiwanya, karena ia memahami kehadiran-Nya di mana-mana. Dalam bahasa para penganut filsafat perenial sekarang, Gibran telah mengalami “pas­­ sing over” (melintas batas) dalam penghayatan a­ gama. Dalam semangat mencari kebenaran yang lapang, Gibran menyelam jauh ke samudera hikmat tanpa batas. Ia mendasar Qur’an, dan bersama Ru­­ mi ia mendendangkan “agama cinta”. Bersama para yogi India ia “duduk bersila memahami Upanis­ had”. Gibran membaca dari mana saja, dan tentang apa saja. Tetapi akhirnya, ia toh “coming back” ke­ pada Yesus, Sang Pahlawan dari Nazareth itu. Mungkin, mengikuti para mistikus Kristen, dengan spiritualitasnya yang “melintas batas” itu, sang pujangga tidak lagi terlalu memandang baju, tetapi isi. Bukan simbol, tetapi hakikat. Sebagaimana ia ru­ panya memahami Kristus mahahadir secara kosmis —juga di balik simbol agama yang berbeda-beda— begitu pula ia memahami makna muslim secara generik sebagai sikap “pasrah diri, berserah kepada Ilahi”. Dan ketika kemarau kerontang menggersangkan pepohonan di “Bukit Cedar ( Araz) Tuhan,” dengarlah bagaimana ia merintih pedih dalam syairnya Mata ahli ‘alash shalib (Bangsaku telah mati di salib): “Mata ahli alash shalib, matu lianahum lam yakunu mujrimin. Matu lianahum lam yadhlumudh dhalimin, matu lianahum kanu muslimin. “Bangsaku telah mati disalib. Mereka mati bukan karena mereka menjadi penjahat. Mereka mati bukan karena mereka orang-orang-orang dzalim. Mereka mati justru karena mereka muslim, orang yang pasrah diri”. Bukankah itu substansi atau intisari agama yang sebenarnya? Ya, pasrah diri kepada Ilahi. Gibran mengangkat simbol kemusliman itu justru dari Yesus dan Jalan Salib-Nya? Baginya, salib Yesus adalah “model” sikap pasrah diri yang paling sem­ purna. Sebagai manusia ia taat kepada Bapa-Nya. “Ia merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib” (cf. Flp. 2:6). “Bukankah Ia merentangkan tangan-Nya di atas salib demi merangkul kemanusiaan?”, tulisnya dalam Yuhana al-Majnun (Yohanes si Gila). Dan meneladani Yesus, lalu ia memproklamasikan kasih tanpa batas dan persaudaraan dengan semua orang. Menapaki Thariq al-Alam atau Via Dolorosa- Nya, Gibran merangkul semua orang sebagai saudara-saudari dalam cinta dan sebagai sesama anak-anak Allah. Jesus The Son of Man : Apakah Gibran mengakui Keilahian Yesus? Jesus The Son of Man, puncak mahakarya Gibran dalam bahasa Inggris, dapat disebut sebagai kristalisasi dari visi karya-karya Arabnya sebelumnya mengenai sosok Yesus orang Nazareth sebagai “badai yang menggelora”, yang menurut beberapa kritikus telah diilhami oleh sebuah intensitas yang melebihi bukunya The Prophet (Sang Nabi). Bagaimanakah perkembangan gagasan mengenai Yesus pada karya terakhir Gibran yang sering mengundang salah paham, khususnya penekanannya pada aspek kemanusiaan-Nya? Memang cukup sulit menyejajarkan pandangan Gibran dengan rumusan kristologi tertentu. Mengapa? Sebab Gibran berbicara soal Yesus bukan dalam “bahasa dogma” yang baku dan kaku, melainkan dengan “bahasa hati, getar lembut nurani, dan percakapan jiwa” yang selalu hidup, dan akan selalu terus mengalir, tidak pernah kering. Justru karena alasan tersebut di atas, kita tidak selalu mudah menangkap bahasa Gib-ran. Misalnya, seperti salah satu tulisannya yang pasti gampang mengundang salah paham. “Setiap seratus tahun sekali”, kata Gibran “Yesus dari Nazareth bertemu dengan Yesus orang Kristen di taman sekitar bukit Lebanon. Keduanya berbin­ cang-bincang lama, dan setiap kali Yesus dari Nazareth mengatakan kepada Yesus Kristen: “Sahabatku, saya khawatir kita tidak akan pernah sepakat.” Marilah kita mencoba memahami Gibran. Pertama , mengenai judul bukunya Jesus The Son of Man. Gelar itu muncul 69 kali dalam Injil-injil sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas), justru disadarinya tidak hanya berarti manusia biasa. Itulah gelar eskatologis dalam nubuat Nabi Daniel, “seperti a­­ nak manusia”, yang diterapkan bagi sosok Mesiah Ilahi yang akan datang (Daniel 7:13,22). Jadi, nubuat tersebut menunjuk kepada “Manusia Masa Depan”, yang dalam Diri-Nya menjalankan fungsi penghakiman Ilahi, sekaligus pengejawantahan Hamba TUHAN yang menderita, yang melemparkan Diri-Nya sendiri dalam drama jagad raya mengenai eksistensi manusia. Kedua , Yesus dari Nazareth yang dipertentangkan dengan “Yesus Kristen”. “Yesus Kristen” adalah Yesus “ciptaan orang Kristen”, yang tidak lain kristologi metafisik gereja dan khotbah-khotbahnya mengenai mukjizat-mukjizat adikodrati Yesus, teta­ pi justru semakin jauh dari “Yesus orang Nazareth” yang lebih mengejawantahkan kasih kepada orang- orang lemah dan miskin. Ini tidak berarti Gibran menyangkal kemukjizatan Ilahi Yesus. “I have spoken of these miracles” (Aku pernah bicara me­ ngenai mukjizat-mukjizat-Nya), kata Gibran dalam Jesus the Son of Man (1928), “which I deem but little beside the greater miracle, which is the man Himself (yang semua itu kecil artinya apabila dibandingkan dengan satu mukjizat yang lebih besar, yaitu kemanusiaan Yesus sendiri). Satu hal lagi dari pandangan Gibran mengenai Yesus yang kurang dipahami, yaitu ia berbicara mengenai keilahian Yesus sebagai Sabda Abadi. “Ia adalah Sabda Allah, Tuhan kita”, tulis Gibran, “yang membangun rumah dari daging dan tulang, hingga menjadi manusia seperti kita”. Jadi, serempak dengan penekanannya pada kemanusiaan-Nya, Gibran juga menunjuk keilahian-Nya sebagai Sabda Allah yang kekal. Dalam bahasa Gibran gelar Kristus lebih menunjuk kepada Sabda, sedangkan Yesus adalah kemanusiaan yang dikenakan-Nya di bumi. Dalam beberapa edisi Indonesia, ada kalimat Gibran dalam Jesus The Son of Man yang diterjemahkan secara kurang jelas: He was Jesus the Nazarene who would lead his brothers to The Anointed One, even to the Word which was in the beginning with God. “Dia adalah Yesus orang Nazareth yang akan membimbing saudara-saudaranya kepada Dia Yang Diurapi ( Kristus ), bahkan kepada Sabda yang sejak kekal bersama dengan Allah”. “The Anointed One” adalah terjemahan yang lazim dari ungkapan Mesiah atau Kristus , dan bukan seperti dalam beberapa edisi Indonesia “satu kemuliaan”. Jadi, Yesus orang Nazareth adalah perwujudan Kristus, Sabda Allah yang kekal, dalam kenisbian ruang dan waktu. “Roh itu adalah tangan Ilahi yang Mahatahu, dan Yesus adalah harpanya”, kata Gibran. Putera Manusia adalah model kemanusiaan yang sempurna, yang harus diikuti oleh semua manusia, yang adalah saudara darah dan daging-Nya, untuk menyatukan diri dengan Kristus. Kristus itu, tidak lain Sabda yang sejak se­ mula bersama Allah. Dengan kalimatnya yang tegas ini, Gibran membuktikan bahwa pandangan Gibran tidak berbeda dengan ajaran Gereja. Memang, apa yang muncul dalam perdebatan konsili-konsili gereja awal, sama sekali tidak bermaksud menuhankan manusia Yesus, — yang meminjam istilah Gibran, —“rumah daging dan tulang” yang dibangun oleh Sang Sabda itu, melainkan mempertahankan keilahian hypostasis-hypostasis Ilahi yang satu dalam Allah, yaitu Sabda dan Roh Allah yang kekal bersama Allah sendiri, dan bukan mempertuhan se- suatu di luar Diri-Nya. Selanjutnya, persoalan kristologis yang menyusul tinggal bagaimana nisbah antara Sabda Ilahi dan kemanusiaan-Nya itu, yang selalu menarik bagi para teolog, mungkin sama sekali tidak menarik bagi sang Penyair Lebanon itu. Sebagai seorang pujangga Kristen, minimal ia menyarankan signifika­ nsi Yesus di alam semesta dengan tamsil-tamsil, menggunakan bait-bait dan imaji untuk me­ ngungkapkan hal-hal yang tak terungkapkan. Sebagaimana William Blake, Gibran berusaha mendefinisikan hal-hal yang gaib dalam bentuk yang dapat dilihat oleh mata. Maksudnya, ia merasa lebih ekspresif mengungkapkan Yesus Sang Putera Manusia, yang tidak berbeda dengan kita manusia pada umumnya, untuk menemukan makna kemanusiaan itu sendiri. Dikutip dari Tulisan Pak Bambang Noorsena, Penulis adalah ketua Institute for Syriac Christian Study.

Hidup itu Rencana TUHAN


  • Dr aku merenungkan Hidup ini berdasarkan alkitab, Hidup adalah Rencana, bukan Pilihan. Sekuat apapun dan sepintar apapun kita memilih kmdian bertahan pada pilihan, kl Sudah Tuhan rencanakan lain, mka pilihan itu sia2 blaka Contoh... saat Adam dan Hawa di taman eden, apakah saat menciptakan manusia DIA gk bakal tau kl adam dan Hawa akan terjatuh dalam dosa? Pasti DIA sudah tau bukan?? Kl hidup ini bukan RencanaNya, knp Pohon pengetahuan di biarin di tengah taman eden tnpa di jaga oleh Kerub (malaikat dg pedang menyala-nyala), baru setelah mereka jatuh dalam dosa, pohon pengetahuan dan pohon kehidupan baru di jaga oleh kerub, lalu knp Tuhan hny melarang utk makan pohon pengetahuan, padahal dstu jg ada pohon kehidupan? Kok yg di larang cm buah pohon pengetahuan yg gk boleh di makan. Contoh lg: Saat bangsa israel memilih murtad, menyembah Ba'al, Knpa sampe Tuhan menyuruh Nabi2Nya utk kembalikan bangsa Israel pada RencanaNya? Kan Allah bs pilih bangsa lain. Krna JanjiNya kpd Abraham?? Allah bisa kok pilih bangsa lain yg dr keturunan Abraham dan Ishak juga... Bangsa Edom juga keturunan Ishak dan cucunya Abraham. Knp kok Israel, yg sudah berkali2 memilih nyembah baal dan sering murtad?? Sampai Tuhan Yesus sendiri turun ke dunia merendahkan DiriNya menjadi Manusia, demi mengembalikan RencanaNya semula utk kehidupan kekal manusia. Hidup ini bukan pilihan, dan Tuhan tdk pernah memberi pilihan pada manusia... Ingat lagu "Semua baik" Awal liriknya kan "Dari semula, tlah Kau tetapkan, hidupku dlam TangannMU, dalam rencanaMU TUHAN... " Lagu itu betul, Mgkn ada yg bertanya "kita bs memilih krna mnusia pnya freewill (kehendak bebas)" Ok, kl utk kehendak bebas bukan berarti kita bebas memilih sehingga seakan hidup ini pilihan. Tuhan memberi kita kehendak bebas, namun tetap dalam batas. Gk prcaya? Kembali ke kasus awal manusia, adam dan hawa di taman eden, Adam dan hawa di beri printah berupa kehendak bebas sm Tuhan Kejadian 2:16 Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas, #bebas kan?? Adam di ijinkan makan buah²an di taman eden, bhkan sebelumnya adam jg di ijinkan Tuhan menamai segala makhluk hidup, Namun kehendak bebas yg Tuhan berikan itu dalam batasNya... Kejadian 2:17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." #Tuhan membatasi jgn smpe adam memakan buah pohon pengetahuan, spy tdk mati... Apakah Tuhan gk bakal Tahu kl akhirnya adam dan hawa akan memakan buah pengetahuan?? Tentu sudah tahu dong, kan DIA Mahatahu segala sesuatu. Utk itulah sebelum manusia memakannya, DIA lebih Dulu memberi kutukan akibat memakan buah itu manusia akan mengalami mati. Lalu knpa manusia smpe mendengarkan iblis, Kl hidup ini bukan pilihan kita kenapa manusia lebih memilih hasutan iblis drpda taat pada Allah? mohon di renungkan ulang, Kejadian 2:16-17, Allah tdk memberikan pilihan, Pilih taat atau pilih makan buah itu, tetapi Perintah/Aturan, Dalam PerintahNya apakah Allah memberi opsi kepada manusia memilih? Tentu TIDAK. Kl kita simpulkan, Allah Berdaulat atas perintah/AturanNya... Di dalam PerintahNya terkadung Hukum. Allah memberi perintah/aturan, Bukan pilihan. Spt perintah²Nya, Jangan membunuh, jangan berzinah dll, apakah kita bisa memilih salah satu perintah utk di taati kita?? Tentu Tidak. Kita bisa aja tidak mentaati perintah, krna kita freewiil (kehendak bebas), tetapi itu bukan sebuah pilihan yg Allah berikan. Kl kita gk mentaati itu suatu tindakan pelangaran perintah Allah yg berdaulat. Allah berhak/berdaulat penuh utk menghukum si pelanggar, krna DIA yg Sang pemberi perintah. TUHAN Allah Adalah Allah yang BERDAULAT, Semua aturan dan larangan bersifat MUTLAK. Tidak ada OPSI kedua. atau dengan kata lain kita TIDAK ADA PILIHAN A dan B. Allah memberi kehidupan kekal, yaitu Rencana DAMAI SEJAHTERA bagi manusia (Yeremia 29:11). Tapi kenapa manusia akhirnya bisa MATI??? itu bukanlah.PILIHAN yang diberikan ALLAH. tetapi sebuah Pelanggaran dari HUKUM yang ditentukan Oleh Allah. Lalu bagaiman Dengan Freewill(kehendak bebas)nya manusia?? Apakah manusia tercipta di program spt robot oleh Tuhan?? Tentu Tidak. Buktinya DIA mengijinkan Adam menamai segala makhluk hidup, DIA membiarkan adam makan buah di taman eden dengan bebas, namun Dia melarang adam agar tidak makan 1 buah dr pohon pengetahuan. Walaupun TUHAN Allah melarang agar tidak makan buah pengetahuan, Dia tidak membangun tembok penghalang kok utk menuju pohon pengetahuan yg baik dan jahat. Jadi manusia dg bebas mengambil buah itu... Trs apa yg di maksud Freewill?? yang di maksudkan dengan FREEWILL adalah "kemampuan Manusia BISA atau DAPAT Bertindak sendiri, bukan bertindak saat di remote spt Robot. Applikasinya: Kita pnya kehendak bebas bermain dalam lingkaran namun kita terbatas gk bisa keluar dr lingkaran. Kl hidup ini pilihan, tentu manusia akan memilih yg enak² saja, dan dunia ini trlalu sempit jika manusia hidup memilih yg enak² saja. Kl hidup ini pilihan, coba renungkan pertanyaan ini... Knpa aku kok gk bs memilih agar aku terlahir sbgai org eropa, kok malah trlahir sebagai org indonesia? Knp ak gk bs memilih trlahir jadi anaknya jokowi, Kok trlahir dr klrga tak mampu atau sederhana?? Kl hidup ini pilihan knp ak gk bs pilih lebih baik aku gk terlahir drpda aku trlahir di dunia yg penuh kultur dosa?? Firman Tuhan jelas menyatakan bahwa kita hidup ini Rencana Tuhan... Yeremia 1:5 "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa." Yesaya 55:8 Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. hidup ini sudah dlm rencanaNya Tuhan sudah men"design" manusia utk hidup kekal, Namun dg kejatuhan adam dlm dosa, Tuhan tetap pada rencanaNya utk hidup kekal manusia, Utk itulah Bapa mengutus FirmanNya dalam penebusan. Penebusan dosa yg di lakukan Yesus itulah utk mengembalikan citra awal manusia dr semula. +Hashem Yevarekhem+

Berani Bayar Harga

Kejadian 15:7-9 Lagi firman TUHAN kepadanya: "Akulah TUHAN, yang membawa engkau keluar dari Ur-Kasdim untuk memberikan negeri ini kepadamu menjadi milikmu." Kata Abram: "Ya Tuhan ALLAH, dari manakah aku tahu, bahwa aku akan memilikinya?" Firman TUHAN kepadanya: "Ambillah bagi-Ku seekor lembu betina berumur tiga tahun, seekor kambing betina berumur tiga tahun, seekor domba jantan berumur tiga tahun, seekor burung tekukur dan seekor anak burung merpati." Seringkali qt baca Alkitab selalu menemui perkataan Janji TUHAN kpd Hamba2Nya, entah itu Janji Berkat, Janji PenyertaanNya, Janji keselamatan... lalu qt memegang janji Tuhan itu dlm kehidupan sehari hari. Dalam Ayat renungan itu, Tuhan mengatakan penyertaanNya selalu dimanapun Abraham brada, qt pun jg sering spt Abraham yg kdg ragu tentang janjiNya yg lama bg Abraham. Qt berdoa kpd Tuhan, namun jawaban Doa yg qt panjatkan tdk kunjung datang bhkan qt akan berpikir " Ah mungkin Doa ku gk sesuai dg Tuhan" atau "Aduhh TUHAN gk mendengar doaku" Saat qt memikirkan Janji TUHAN dg Akal qt, maka qt tdk akan bs mengerti Rencananya Tuhan, qt akan spt abraham yg berkata : "Ya Tuhan ALLAH, dari manakah aku tahu, bahwa aku akan memilikinya?" Qt jg akan spt logikanya Abraham saat menantikan janji Tuhan "Ya Tuhan dr manakah aku tahu, bahwa aku akan memiliki yg Engkau Janjikan?" Ingat Janji Tuhan itu Ya dan Amin. Jika Tuhan berjanji mka akan terjadi. Waktu Tuhan utk menepati JanjiNya, Ia harus memproses qt sehingga qt memiliki iman, dan ketaatan. Untuk mendapat Janji Tuhan, ada Harga yg harus di bayar, bagaimana qt harus bayar harganya? 1. Harus lewat proses Kejadian 15:9 Firman TUHAN kepadanya: "Ambillah bagi-Ku seekor lembu betina berumur tiga tahun, seekor kambing betina berumur tiga tahun, seekor domba jantan berumur tiga tahun, seekor burung tekukur dan seekor anak burung merpati." Tuhan ingin qt siap di proses lebih dlu, mempersembahkan apa yg qt punyai, bukan berani Ini hukum timbal balik "kau memberi, aku akan memberi", tetapi ini sebuah proses kerelaan qt mengorbankan apa yg ada pada qt, apa yg qt punyai. 2. Taat melakukan kehendakNya. Kejadian 15:10 Diambilnyalah semuanya itu bagi TUHAN, dipotong dua, lalu diletakkannya bagian-bagian itu yang satu di samping yang lain, tetapi burung-burung itu tidak dipotong dua. Dalam ayat 10, abraham akhirnya Taat melakukan apa yg Tuhan Mau, dia tdk keberatan memenuhi apa yg Tuhan mau, abraham memberi persembahan tdk setengah2 dr kemauan Tuhan. Qt juga jgn setengah2 saat mempersembahkan waktu qt melayani Tuhan di gereja, jgn setengah2 memberikan kolekte, setengah2 dlam hal utk Tuhan mau. 3. Menjaga sesuatu yg utk Tuhan. Kejadian 15:11 Ketika burung-burung buas hinggap pada daging binatang-binatang itu, maka Abram mengusirnya. Abraham menjaga persembahannya agar tdk di makan burung buas, Qt jg harus mnjaga apa yg qt persembahan. Saat qt persembahkan waktu utk melayani, qt harus menjaga hati qt agar berkenan di hadapan Tuhan, jangan biarkan burung buas yakni iblis menghalangi pelayanan qt, saat qt mau pelayanan ada perkataan " ah km gk pantes jd WL, suaramu jelek" dll. Qt harus mengusir burung buas yg coba makan persembahan qt kpd Tuhan, qt jg harus mengusir kekuatiran qt utk menanti janji Tuhan, spy prsembahan qt tdk di makan oleh iblis. Utk mendapat Janji Tuhan, qt harus berani bayar harga, dg mempersembakan diri qt kepada Tuhan. +Syalom Aleykhem+

Who i'am?

Orang katrok coba menulis dengan apa adanya,
ak adalah sosok yg misterius namun ada di kehidupan nyata :D
di lahirkan dr keluarga sederhana yg kondisinya antah berantah.
hidup mengembara di jalanan,
memegang rasa tanggung jawab pada setiap pekerjaan, relasi dan komitmen.
Mengalami jatuh-bangun imanku, bukan jatuh bangun mengejarmu loh, itu lagunya Megi Z yg belum A :D
katanya sihhh, ada yg bilang.....
Aku tuh orangnya pendiam,
Aku tuh orangnya cerewet,
Aku tuh orangnya sableng,
Aku tuh orangnya cuek,
Aku tuh orangnya menyakitkan dlm bicara.
Aku tuh orangnya Asyk klu diajak sharing,
Aku tuh orangnya edan klu bercanda,
dan lain sebagainya,
ya itulah penilaian manusia, relatif dlm menilai.
Pendapat qt baik mnurut qt, tp blm tentu baik menurut orang ini dg orang itu.
Pendapat orang baik, tp blm baik menurut qt.
itu pendapat manusia selalu relatif.
tp siapa aku?? Aku adalah diriku.
yg mencoba menjadi diriku sendiri.
Hidup itu sebenernya simpel, cm ak yg sempel :D